Kamis, 07 Agustus 2008

AGAR NIKMAT MEMBACA AL-QURAN

Tatkala unsur jasad, akal, dan kalbu merasakan nikmatnya bimbingan Alquran, otomatis keseharian kita tidak mau terlepas dari Alquran. Bagi seorang Muslim, Alquran bagaikan cahaya di tengah kegelapan malam.
Bagi seorang Muslim, Alquran bagaikan cahaya di tengah kegelapan malam. Ia menjadi petunjuk yang senantiasa dinantikan kedatangannya. Karena itu, merugilah orang yang tidak mengenal Alquran dan sangat merugi orang yang tidak mau mengenal Alquran, padahal ia mengetahui kebenaran dan keagungannya.

Sebaliknya, beruntung orang yang kenal dengan Alquran dan berusaha menjaga hubungannya tersebut agar tetap langgeng. Betapa tidak, kebahagiaan, ketenangan dan kedamaian hidup akan senantiasa mengikutinya ke mana pun ia pergi. Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Kepada kaum yang suka berjamaah di masjid-masjid, mengajarkan Alquran secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap sesama, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka pun akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan senantiasa mengingat mereka”.
Di akhirat pun mereka akan dimuliakan bersama para utusan Allah. Disabdakan, “Orang yang gemar membaca Alquran, lagi pula ia mahir, kelak akan mendapat tempat dalam surga bersama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik; dan orang yang membaca Alquran, namun tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan berat lidahnya (belum lancar), maka ia akan mendapatkan dua pahala” (HR Bukhari Muslim dari 'Aisyah RA)
Tak heran jika Rasulullah SAW “menganjurkan” kita untuk “iri” kepada orang yang hidupnya selalu berinteraksi dengan Alquran. Beliau bersabda, “Ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang iri kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh Allah kitab suci Alquran ini, dan dibacanya siang malam; dan orang yang dianugerahi kekayaan harta, siang dan malam kekayaan itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah” (HR Bukhari Muslim).
Tatkala kita membaca Alquran dengan kesungguhan, maka saat itulah kita “terhubung” dengan Allah. Karena Alquran adalah tali Allah yang terjulur dari langit ke bumi. Jika membaca saja sudah demikian mulia, apa lagi menghapal, mentadaburi maknanya, serta mengamalkannya isinya dalam kehidupan sehari-hari.
Itulah sebabnya para sahabat menjadikan Alquran sebagai kecintaan. Mereka berlomba-lomba membaca, mempelajari dan mengamalkan kandungan Alquran. Dalam hal membaca misalnya, ada yang meng-khatamkan Alquran dalam sehari semalam, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam. Dalam sebuah hadis shahih, Rasulullah SAW menyuruh Abdullah bin Umar agar mengkhatamkan Alquran seminggu sekali. Begitu pula para sahabat seperti Usman bin 'Affan, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas'ud dan Ubay bin Ka'ab, telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan Alquran pada setiap hari Jumat.
Bagaimana agar kita senantiasa rindu, merasa tidak enak jika sehari saja tidak berinteraksi dengan Alquran? Dengan kata lain, bagaimana kita bisa istiqamah berinteraksi dengan Alquran?
Pertama, kita harus memasuki sebuah lingkungan yang di dalamnya terdapat budaya saling mengingatkan, saling menasihati, saling memberikan masukan dalam membaca dan menelaah Alquran. Ketika kita memasuki lingkungan yang di dalamnya saling nasihat-menasihati, saling memantau, maka semangat kita untuk berinteraksi dengan Alquran akan senantiasa terjaga.
Kedua, libatkanlah unsur fisik, akal, dan hati. Alquran adalah pembimbing bagi jasad, akal, dan qalbu. Karena itu, saat kita membaca Alquran, qalbu senantiasa menyakini bahwa yang saya baca adalah firman Dzat Yang Mahatinggi. Akal senantiasa bekerja untuk menghubungan apa yang kita baca dengan perilaku keseharian. Jasad pun diupayakan langsung bereaksi dengan mengaplikasikan apa yang dibaca dalam kehidupan.
Ketiga, bila kita belum mampu memahami kalimat-kalimat dalam Alquran, paling tidak kita harus menanamkan keyakinan dalam diri bahwa apa yang kita baca ini mengandung perintah dan larangan. Sejauh mana kita melaksanakan perintahnya tersebut, serta sejauh mana kita menjauhi larangannya. Kita pun bisa merenungkan peringatan-peringatan yang ada dalam Alquran lalu menghubungkannya dengan aneka macam godaan di dunia. Alquran juga mengandung kabar gembira berupa kenikmatan yang abadi. Kita bisa menghubungkannya dengan kenikmatan-kenikmatan hidup yang ada sekarang ini, sehingga kita tidak tergiur dengan kenikmatan sesaat di dunia, dan melupakan kenikmatan yang abadi di akhirat kelak.
Inilah adalah salah satu jalan agar kita bisa menjiwai Alquran. Sekiranya belum tercapai, maka yakinilah bahwa kita sedang terkena musibah besar. Jika kita merasa terkena musibah besar, maka kita akan berusaha keluar dari musibah tersebut. Bukankah manusia itu senang hidup bahagia dan takut sengsara dan bencana?

Sumber :
Republika (Jumat, 08 Juni 2007).

Tidak ada komentar: